Kisah Khadijah binti Khuwailid
Pemimpin Kaum Wanita
Di sebuah rumah di kota Makkah, terdapat seseorang yang bernasab mulia dan memiliki akar yang mendalam dalam kepemimpinan dan kemuliaan.
Seorang pemuda dari Quraisy yang berkedudukan dan bernasab mulia datang untuk meminang wanita cerdik yang ada di rumah itu. Akhirnya, tibalah kesepakatan tersebut, lalu dijawab oleh keluarga mempelai perempuan, “Laki-laki ini adalah laki laki yang mulia.” Jadilah keduanya pasangan suami istri yang sama-sama diliputi kehormatan dan dilingkupi kemuliaan. Wanita cerdik yang ada di rumah itu, sebelumnya selalu diangan-angankan oleh para tokoh Quraisy dan petinggi mereka, namun keberuntungan ternyata jatuh kepada seorang pemuda Quraisy dari Bani Hasyim, sang pemimpin para pemuda Makkah.
Sang wanita yang dipinang itu telah mengenalnya, karena dia sering mendengar sifat amanah, kepribadian, dan kebaikan akhlak pemuda tersebut, sehingga mereka menjadi pasangan suami istri yang serasi, seakan kemuliaan hanya ingin melekat pada pasangan ini saja. Seakan-akan kemuliaan berkata, “Dengan yang seperti keduanyalah aku dikenal.”
Untuk Anda ingin mengetahui siapa dua sejoli ini, saya akan sampaikan kepada Anda sesuatu yang meyakinkan.
Sang suami adalah pemimpin makhluk dan Rasul yang haq, Muhammad ﷺ
Sang istri adalah wanita suci, cerdas, dan pemimpin kaum wanita, Khadijah binti Khuwailid.
Apakah saya meninggalkan pertanyaan bagi para penanya?
Khadijah binti Khuwailid tidaklah sama dengan wanita wanita lain. Ya, dia memang seorang wanita, namun dia mengungguli seluruh wanita di zamannya dalam kecemerlangan pendapatnya, kecerdasan pikirannya, dan kekuatan tekadnya, yang mana, sifat-sifat tersebut kadang tak dimiliki oleh banyak kaum lelaki.
Bukti pertama yang menunjukkan kecemerlangan pendapatnya adalah bahwa dia telah memilih Rasulullah ﷺ sebagai suami untuk dirinya.
Bukanlah suatu aib bagi seorang wanita memilih laki-laki yang sederajat dengannya dan memiliki sifat-sifat mulia yang sempurna lalu dia mengatakan, “Aku ingin engkau menjadi suamiku.”
Khadijah adalah sosok wanita yang berpengalaman yang telah mengenal banyak tokoh lelaki. Namun dia melihat pada diri Nabi ﷺ sosok laki-laki yang dia harapkan dan tempat dia meletakkan segala cita-citanya. Harapannya pun tak meleset dan dugaannya pun tak salah, maka pada suatu hari dia ungkapkan keinginannya pada laki-laki yang dia harapkan itu dengan mengatakan, “Sungguh aku menyukaimu karena kebaikan akhlakmu dan kejujuran tutur katamu.”
Duhai, apakah wanita di zaman kita memahami pelajaran ini?
Perhatikanlah wahai kaum wanita semoga Allah merahmati kalian- pada keluhuran cita-cita wanita yang cerdas ini! Dia tidak memilih Nabi ﷺ karena harta, ketampanan, nasab, dan kedudukan beliau, tetapi dia memilih beliau karena sifat-sifat mulia yang melekat pada diri Rasulullah ﷺ seperti api di atas menara.
Sungguh betapa agungnya cita-cita yang dimiliki wanita itu!
Tidaklah ada yang seperti itu kecuali orang yang mulia nan luhur dan pemimpin yang baik lagi suka menolong. Kehidupan suami istri telah menyatukan antara dua mem pelai paling berharga, yang jauh dari kekeruhan dan pertikaian dan bersih dari segala kotoran yang dapat memutuskan hubungan keduanya.
Wanita yang cerdas ini tidak lalai mencurahkan jerih payah nya demi berbakti kepada sang suami, berbuat baik kepadanya dan membahagiakannya. Maka kehidupan rumah tangga mereka lebih jernih dari pada mata air dan lebih lembut dari pada hembusan angin di waktu sahur.
Sungguh menakjubkan seorang wanita yang melihat kebahagiaannya terletak pada upayanya membahagiakan suaminya.
Betapa yakinnya wanita yang mulia ini, saat hatinya membisikkan kepadanya bahwa kelak suaminya akan menjadi Nabi umat ini.
Suatu hari dia berdiri di depan rumahnya untuk menyambut kepulangan Rasulullah ﷺ, lalu dia memegang tangan beliau ﷺ dan merangkulkannya ke dada dan lehernya seraya berkata, “Bapak dan ibuku sebagai tebusanmu, demi Allah, aku tidak melakukan ini karena sesuatu apa pun, tetapi aku berharap engkau akan menjadi seorang Nabi yang akan diutus Allah. Jika engkau adalah Nabi yang diutus tersebut, maka ketahuilah hakku dan kedudukanku dan berdoalah untukku kepada Tuhan yang telah mengutusmu!” Beliau menyahut, “Demi Allah, seandainya aku adalah Nabi yang diutus tersebut, maka engkau telah melakukan sesuatu terhadap diriku yang tak akan aku abaikan selama nya, dan seandainya Nabi tersebut adalah selainku, maka Tuhan yang karena-Nya engkau melakukan ini tak akan mengabaikanmu selamanya.”
Alangkah mulianya kedudukan wanita yang tenang itu.
Tidakkah Anda lihat bagaimana tingginya cita-citanya hingga sampai ke tujuan yang tak mampu dicapai oleh kaum laki-laki dan wanita?
Khadijah telah menempati tempat yang luhur di dalam hati Rasulullah ﷺ dan tempat yang tak pernah disinggahi oleh selainnya.
Begitulah berlangsung kehidupan di antara pasangan suami-istri ini hingga dia melahirkan untuk beliau ﷺ anak-anak laki-laki dan anak-anak perempuan. Ini adalah satu keistimewaan lain yang dimiliki oleh istri yang setia ini di mana Allah meng-anugerahkan kepada Nabi-Nya ﷺ anak dari Khadijah saja, tidak dari istri-istri beliau yang lainnya.
Pasangan suami-istri itu hidup dengan bahagia hingga datanglah hari yang menentukan, hari yang baru dalam kehidupan rumah tangga mereka, yakni hari turunnya wahyu kepada Nabi ﷺ , hari di mana Malaikat Jibril turun kepada beliau ﷺ.
Inilah Rasulullah ﷺ yang sebagaimana kebiasaan beliau setiap tahunnya adalah pergi ke gua Hira untuk bertahannuts atau beribadah setelah memperoleh bekal dari sang istri yang bertakwa itu. Dialah yang memberikan kepada beliau berbagai macam kebaikan dan kasih sayang seperti yang biasa dia persiapkan setiap tahun untuk menghadapi hari ini.
Di gua Hira Nabi ﷺ dikejutkan oleh turunnya malaikat kepada beliau, lalu datanglah kepada beliau sesuatu yang tidak pernah diduga oleh beliau.
Kemudian Nabi ﷺ kembali ke rumah beliau dengan tubuh menggigil dan ketakutan menyelimuti diri beliau.
Beliau ﷺ datang tanpa menoleh kepada siapa pun, untuk merebahkan diri di pangkuan sang istri yang setia, tempat beli berbagi rasa duka dan kesedihan. Beliau berkata, “Selimuti aku Selimuti aku!”
Istri yang setia ini pun memberikan selimut kepada suami nya dan membentangkan kain untuk sang suami karena cinta dan kasih sayang, hingga akhirnya rasa takut pun hilang dari Nati dan hati beliau merasa tenteram.
Rasul ﷺ bertanya, “Wahai Khadijah, apa yang telah terjadi pada diriku?” Selanjutnya beliau ﷺ menceritakan kepadanya kisah turunnya wahyu dan beliau berkata, “Sungguh aku khawatir akan keselamatan diriku!”
Namun sang istri yang tabah ini adalah sebaik-baik tempat untuk menenangkan diri dan berlindung, maka dia pun men jawab ucapan suaminya dengan jawaban dari seorang wanita cerdas lagi mulia,
كَلًا أَبْشِر فَوَاللَّهِ، لَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا، إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ، وَتَصْدُّقُ الْحَدِيثَ، وَتَحْمِلُ الْكَلَّ، وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ، وَتَقرِي الضَّيْفَ، وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِِّ.
“Sekali-kali janganlah (khawatir akan keselamatanmu), berbahagialah, demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selamanya, karena engkau adalah orang yang gemar menyambung tali sila turahim, berkata benar, menanggung beban orang lain, menolong orang tak punya, menjamu tamu, dan menolong manusia usaha usaha untuk menegakkan kebenaran.” 1
Dengan untaian kalimat indah itu, wanita yang terjaga dari perbuatan buruk ini berdiri di samping suaminya, maka dialah sebaik-baik wanita yang mampu menghilangkan kesedihan dar meringankan beban berat.
Khadijah menasihati Rasulullah ﷺ dengan nasihat yang baik, maka dia pun mengajak beliau kepada anak pamannya,
Waraqah bin Naufal yang menganut agama Nasrani pada masa jahiliyah dan memiliki ilmu tentang kitab sucinya. Istri yang penyayang ini datang kepada anak pamannya bersama Rasulullah ﷺ seraya berkata kepada Waraqah,
أَيْ عَمِِّ، إِسْمَعْ مِنِْ ابْنِ أَخِيكَ، قَالَ وَرَقَةُ بْنُ نَوْفَلٍ: يَا ابْنَ أَخِي، مَاذَا تَرَى؟ فَقَصَّ عَلَيْهِ النَّبِيُّ ﷺ الْخَبَرَ، فَقَالَ لَهُ وَرَقَةٌ: هَذَا النَّامُوسُ الَّذِي أُنْزِلَ عَلَى مُوسَى ، يَا لَيْتَنِي فِيهَا جَذَعًا، يَا لَيْتَنِي أَكُونُ حَيًّا حِينَ يُخْرِجُكَ قَوْمُكَ، قَالَ رَسُولُ اللِّہ ﷺ: أَوْ مُخْرِجِيِّ هُمْ؟ قَالَ وَرَقَةٌ: نَعَمْ، لَمْ يَأْتِ رَجُلٌ قَطُّ بِمَا جِئْتَ بِهِ إِلَّا عُودِيَ، وَإِنْ يُدْرِكْنِي يَوْمُكَ أَنْصُرْكَ نَصْرًا مُؤَزَّرًا.
“Wahai anak pamanku dengarkanlah penuturan anak saudaramu ini!” Waraqah bin Naufal berkata, “Wahai anak pamanku, apa yang engkau lihat?” Maka Nabi ﷺ pun menceritakan kisahnya. Kemudian Waraqah berkata, “Ini adalah Malaikat Jibril yang per nah diturunkan kepada Nabi Musa. Duhai, seandainya aku seorang pemuda yang kuat pada hari itu! Duhai, seandainya aku masih hidup ketika engkau diusir oleh kaummu!”
Rasulullah bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?” Waraqah menjawab,
“Ya, tidaklah seseorang membawa syariat sebagaimana yang engkau bawa, melainkan dia akan dimusuhi, dan seandai nya aku masih hidup pada saat itu, maka aku akan menolongmu sekuat tenaga.”2
Begitulah Khadijah, seorang wanita yang dari tangannya Nabi ﷺ merasakan sentuhan kasih sayang, kelembutan, dan perhatian sehingga hati beliau menjadi tenteram dan hidup beliau bahagia.
Benar, sungguh Khadijah adalah teladan yang sejati bag seorang wanita yang setia dan ibu rumah tangga yang sukses Keadaan seperti itu terus berlangsung dalam perjalanan yang suci bersama pemimpin seluruh makhluk ﷺ.
Kemudian datanglah hari yang sangat menentukan, hari turunnya wahyu kepada Nabi ﷺ
يٰۤاَ يُّهَا الْمُدَّثِّرُ (1) قُمْ فَاَ نْذِرْ (2)
“Wahai orang yang berselimut (Muhammad). Bangunlah, lalu berilah peringatan!”
(Al-Muddatstsir: 1-2).
Lalu di manakah posisi wanita yang suci itu pada hari tersebut? Sungguh dia menjadi istri yang ikhlas, di mana dia membenarkan dakwah suaminya ﷺ. Bagaimana tidak, bukankah dia yang mengatakan, “Berbahagialah wahai anak pamanku dan tabahlah, demi Dzat yang jiwaku berada di TanganNya, sungguh aku berharap engkau menjadi Nabi bagi umat ini.”
Wanita yang jujur itu telah mendahului semua orang dalam menyatakan keislamannya, sehingga dia memperoleh kemu liaan kepeloporan dalam memeluk Islam, dan sebelumnya dia telah memperoleh kemuliaan nasab dan kemuliaan perbuatan nya yang baik.
Nabi ﷺ gelisah sejak awal hari itu, dan beliau takut kaumnya akan mendustakan beliau, namun beliau ﷺ mendapatkan sinar cita-cita yang benar di dalam sang istri yang shalihah tersebut.
Beliau ﷺ mendapatkan Khadijah sebagai seorang istri yang taat, setia dan jujur sehingga saat semua jalan menjadi sempit, dia menjadi tempat yang lega bagi beliau, saat berbagai kesusahan menyulitkan beliau, dia menjadi tempat kesenangan beliau, saat berbagai kesulitan menyelimuti beliau, dia menjadi harapan beliau, dan saat keluarga dekat beliau membuat beliau bersedih, dia menjadi kesenangan bagi beliau ﷺ.
Maka Rasulullah ﷺ bila mendapatkan perlakuan buruk dan pendustaan, niscaya beliau mencari ketenangan di bawah naungan sang istri yang setia, sehingga duka lara beliau menjadi hilang dan sang istri melipurnya dengan memberikan kasih sayang dan sikap bijaksana.
Ketika wahyu datang kepada Nabi ﷺ dan hal tersebut membuat beliau merasa ketakutan, maka istri yang cerdas itu menjadi orang terbaik yang meringankan kesusahan beliau ﷺ. Dia berkata, “Wahai anak pamanku, dapatkah engkau memberitahuku tentang sosok yang pernah mendatangimu itu bila dia datang lagi kepadamu?” Rasulullah ﷺ menjawab, “Ya.” Dia berkata, “Bila dia datang, maka beri tahu aku!”
Maka ketika Malaikat Jibril datang, Rasulullah ﷺ berkata, “Wahai Khadijah, inilah Jibril yang telah datang kepadaku.” Dia berkata, “Wahai anak pamanku, bangunlah dan duduklah di atas paha kiriku!” Beliau bangun dan duduk di atas paha kirinya. Dia bertanya, “Apakah engkau melihatnya?” Beliau menjawab, “Ya.”
Dia berkata, “Berbaliklah dan duduklah di atas paha kanan ku!” Rasulullah ﷺ berbalik dan duduk di atas paha kanannya. Dia bertanya, “Apakah engkau melihatnya?” Beliau menjawab, “Ya.” Dia berkata, “Berbaliklah dan duduklah di pangkuanku!” Rasulullah ﷺ berbalik dan duduk di atas pangkuannya. Dia bertanya, “Apakah engkau melihatnya?” Beliau menjawab, “Ya.”
Dia pun menyingkap kepalanya dan melemparkan keru dungnya sedang Rasulullah ﷺ masih duduk di pangkuannya. Kemudian dia bertanya lagi, “Apakah engkau melihatnya?” Beliau menjawab, “Tidak.” Dia berkata, “Wahai anak pamanku, tabahlah dan berbahagialah, demi Allah, dia adalah malaikat, BUKAN setan.3
Betapa agungnya akal yang cerdas ini !
Wahai orang yang berakal, renungkanlah kejujuran mu tiara yang terjaga ini !
Allah meridhai wanita bertakwa yang memiliki akal yang cerdas ini, wanita yang telah membantu Nabi ﷺ. Maka tak heran bila dia menempati kedudukan yang tinggi di dalam hati Rasulullah ﷺ..
Rasulullah ﷺ membalasnya di dunia dengan memberikan hati beliau sepenuhnya kepadanya, sehingga beliau ﷺ tidak menikahi wanita lain saat Khadijah masih hidup, sehingga beliau dapat menjaganya dari bahaya wanita madunya dan menjaga hatinya dari segala sebab yang dapat mengeruhkan kehidupannya. Itu lah balasan Rasulullah ﷺ kepadanya di dunia. Namun, tahukah Anda, apakah balasannya di akhirat?
Adapun tentang balasannya di akhirat, maka bagaimana mungkin Anda wahai orang yang berakal dapat menggambar kannya. Itulah balasan yang sesuai dengan kejujuran wanita yang jujur ini! Itulah balasan dari Raja para raja dan Dzat paling kaya yang memberikan balasan.
Ini adalah awal balasan baginya yang tampak saat Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah ﷺ untuk mengucapkan kepadanya,
يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذِهِ خَدِيجَةُ قَدْ أَتَتْ مَعَهَا إِنَاءٌ فِيهِ إِدَامٌ، أَوْ طَعَامٌ، أَوْ شَرَابٌ، فَإِذَا هِيَ أَتَتْكَ، فَاقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلَامَ مِنْ رَبِِّهَا وَمَنِي، وَبَشِِّرْهَا بِبَيْتٍ فِي الْجَنَّةِ مِنْ قَصَبٍ، لَا صَخَبَ فِيهِ وَلَا نَصْبَ.
“Wahai Rasulullah, Khadijah akan datang dengan membawa wadah berisi lauk-pauk, makanan, atau minuman. Bila dia telah datang kepadamu, maka sampaikanlah salam kepadanya dari Tuhannya dan dariku, dan berilah kabar gembira kepadanya dengan sebuah rumah di surga yang terbuat dari bambu yang tidak ada kegaduhan di dalamnya dan tidak pula keletihan.”4
Demi Allah, betapa bagusnya berita gembira itu! Betapa berharganya balasan itu! Dia mendapat salam dari Raja para raja, Yang Maha Luhur dalam kebesaran-Nya dan Maha Suci dalam Sifat-sifat-Nya. Kemudian dia juga mendapat salam dari malaikat yang dipercaya menyampaikan Jibril Kemudian berita gembira itu disampaikan melalui lisan Nabi ﷺ .
Betapa berbahagianya engkau wahai putri Khuwailid dengan datangnya berita gembira itu! Duhai, siapakah selainmu yang memperoleh sesuatu yang berharga seperti itu?
Kemarilah wahai orang yang cerdas, agar aku perdengarkan kepada Anda bagaimana jawaban wanita yang cerdas ini ter hadap berita gembira itu, supaya Anda mengetahui kecerdasan akalnya dan kedalaman pemahamannya.
Setelah Khadijah mendengar berita gembira itu dia berkata,
إِنّ اللَّهَ هُوَ السّلَامُ، وَعَلَى جِبْرِيلَ السّلَامُ، وَعَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهَ لسّلَامِ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.
“Sesungguhnya Allah-lah as-Salam
(Pemberi keselamatan) dan semoga keselamatan terlimpahkan kepada Malaikat Jibril, dan ke padamu wahai Rasulullah ﷺ, semoga dicurahkan keselamatan, rahmat dan keberkahanNya.”5
Sungguh pantas wanita yang suci itu menjadi istri pemimpin orang-orang dahulu dan orang-orang yang datang kemudian, penutup para utusan Allah. Semoga Tuhan memberikan shalawat dan salam kepada beliau selama burung perkutut masih berkicau di atas tangkai pohon yang kuat.
Tahukah Anda, apakah yang dimaksud dengan rumah dari bambu ?
Itulah pertanyaan yang menggelayuti hati wanita yang suci, putri dari wanita yang suci dan putri pemimpin orang-orang yang suci, Fathimah putri Rasulullah ﷺ, ketika dia bertanya kepada ayahnya,
يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيْنَ أُمِّي خَدِيجَةُ؟ قَالَ: فِي بَيْتٍ مِنْ قَصَبٍ، قَالَتْ: أَمِنْ هَذَا الْقَصَبِ؟ فَقَالَ: لَا، مِنْ الْقَصَبِ الْمَنْظُومِ بِالدُّرِِّ وَاللُّوْلُؤِ وَالْيَاقُوتِ.
“Wahai Rasulullah, di manakah ibuku, Khadijah?” Beliau men jawab, “Di rumah dari bambu.” Dia bertanya lagi, “Apakah dari bambu kita ini?” Beliau menjawab, “Tidak, tapi dari bambu yang tersusun dari intan, mutiara, dan permata.”6
Selamat untukmu wahai putri Khuwailid dan berbahagialah engkau di negeri yang tidak engkau dapati di dalamnya panas dan dingin yang sangat, dinegeri dimana engkau dekat dengan Malaikat Ridhwan.
Betapa mulianya kedudukanmu di surga itu !
Rasul kita ﷺ terus menyampaikan risalah Tuhannya dan menyeru manusia untuk mentauhidkan Allah dan mengesakan-Nya dalam ibadah. Di sisi yang lain, kaum beliau terus-menerus menyakiti dan mendustakan beliau, namun Allah berkehendak menolong Nabi-Nya dengan sekelompok orang yang mulia dari kalangan para sahabat yang mulia.
Di antara kelompok yang suci itu adalah wanita yang suci dan terpelihara dari perbuatan buruk, Khadijah binti Khuwailid
Maka wanita yang jujur itu tak segan-segan mengeluarkan kemampuannya untuk menolong Rasulullah ﷺ. Dia adalah ibu rumah tangga dan ibu dari anak-anak Rasulullah ﷺ.
Apabila si tuasinya sulit, maka dia menjadi penolong, penasihat, dan pemberi gagasan. Betapa mulianya wanita yang cerdas itu ! Tipe wanita semacam apakah dia ? Tidak hanya ketinggian nasab yang menghiasi dirinya, tetapi kemuliaan dan sifat-sifat yang utama juga menghiasinya dengan pakaian yang paling indah.
Maka tak heran bila dia menjadi pemimpin wanita pada zamannya, dan menjadi buah hati suaminya, pemimpin seluruh makhluk.
Namun sebentar lagi akan tiba kepergian wanita yang suci itu dari dunia yang melelahkan ke alam yang menyenangkan dan kenikmatan yang abadi, saat itulah yang melenyapkan ke senangan dari hati Rasulullah ﷺ dan menggantikannya dengan duka dan kesedihan yang sulit untuk dilukiskan oleh pena, dan terasa berat untuk digambarkan dalam puisi dan prosa.
Pada tanggal sepuluh Ramadhan tiga tahun sebelum Rasulullah ﷺ hijrah ke Madinah, Khadijah binti Khuwailid wafat. Dialah wanita yang telah memberikan seluruh hidupnya untuk Rasulullah ﷺ dan mempersembahkan kasih sayang dan cintanya kepada beliau. Dia tidak kikir kepada Nabi ﷺ untuk memberikan apa yang dimilikinya, maka dia menyerahkan kendali pengelolaan hartanya kepada beliau.
Betapa beratnya hari itu bagi Rasulullah ﷺ. Beliau telah kehilangan penghibur kesedihan beliau, teman berbagi duka, dan kekasih hati beliau. Beliau kehilangan istri yang setia, jujur dan suka memberi nasihat. Kini musibah menimpa beliau, yang seandainya itu menimpa gunung yang kokoh, niscaya akan merobohkannya.
Ketika saat mengiringi jenazah telah tiba, orang-orang pun membawa jenazah istri Nabi yang suci itu sambil menangis untuk meletakkannya di dalam kuburnya. Betapa mulianya sang istri tersebut !
Di Gunung Hajun itulah, perjalanan rombongan orang yang menangis itu berhenti, dan Rasulullah ﷺ sendiri yang masuk ke dalam kubur untuk meletakkan sang istri yang jujur, beriman, bertakwa, lurus, serta cerdas, di antara dua dinding kubur, kemudian mereka menimbunnya dengan tanah.
Ya, Khadijah memang telah wafat, tapi kebaikannya dan kedudukannya yang suci tidaklah mati. Bahkan kecintaan terhadapnya tidak mati dalam sanubari yang paling suci, yaitu sanubari Rasulullah ﷺ. Dan tidaklah satu hari berlalu pada masa kehidupan Nabi ﷺ, melainkan pasti beliau mengenang sang istri yang jujur tersebut. Bagaimana mungkin Nabi ﷺ dapat melupakan hari-hari yang indah itu, hari-hari yang lebih manis dari pada madu bunga dan lebih indah dari pada bunga ruba.
Bahkan pengaruh cinta itu sampai begitu mendalam hingga Nabi ﷺ tidaklah menyembelih seekor kambing melainkan beliau mengingat teman-teman kecil Khadijah. Beliau bersabda,
“Kirimkan ini kepada teman-teman Khadijah!” Bila ada seseorang yang mencela beliau, maka beliau mengatakan, “Aku telah di karuniai kecintaan kepadanya.”
Kecintaan terhadap Khadijah menempati kedudukan yang tinggi di dalam hati Nabi ﷺ, hingga cinta itu menggelisahkan wanita yang jujur, putri Abu Bakar ash-Shiddiq, Aisyah, Ummul Mukminin.
Aisyah juga menempati kedudukan yang luhur di dalam sanubari Rasulullah ﷺ dan dia tidak ingin orang lain menyainginya di dalam menempati sanubari yang suci itu.
Rasa cemburu merasuk ke dalam hatinya ketika dia mendengar Nabi ﷺ selalu menyebut-nyebut Khadijah di pagi dan sore hari, maka lisannya mengungkapkan apa yang terpendam di dalam hati seraya berkata, “Allah telah mengganti seorang wanita tua dengan wanita yang muda untukMu.”
Aisyah berkata begitu karena dia menduga tidak ada orang lain selainnya yang menempati kedudukan yang luhur di dalam sanubari Nabi ﷺ. Dan betapa terkejutnya Aisyah ketika dia mendengar jawaban beliau,
مَا أَبْدَلَنِيَ اللَّهُ خَيْرًا مِنْهَا، آمَنَْتْ بِي إِذْ كَفَرَ بِيَ النّاسُ، وَصَدَّقَتْنِي إِذْ كَذَّبَنِيَ النَّاسُ، وَوَاسَْتنِي بِمَالِهَا إِذْ حَرَّمَنِيَ النَّاسُ، وَرَزَقَنِي اللَّهُ وَلَدَهَا إِذْ حَرَّمَنِي أَوْلَادَ النِِّسَاءِ.
“Allah tidak menggantikan untukku yang lebih baik daripadanya; dia telah beriman kepadaku saat orang-orang mengingkariku, dia telah membenarkanku saat orang-orang mendustakanku, dia melipurku dengan hartanya saat orang-orang tidak melipurku, dan Allah mengaruniakan kepadaku anak darinya saat Dia tidak me ngaruniaku anak-anak dari wanita-wanita yang lain.”7
Alangkah manisnya pemeliharaan cinta itu dan pengagungan hari-hari saat berinteraksi dengannya! Adakah orang lain yang lebih utama dengan hal tersebut daripada pemimpin seluruh makhluk ? Sungguh mengagumkan cinta yang tak lekang oleh waktu dan tidak usang keindahannya oleh perubahan zaman.
Hari-hari indah telah berlalu, dan akan datang hari-hari yang lebih indah dibandingkan hari-hari itu dalam kenikmatan yang tak akan pernah habis dan kebahagiaan yang tak akan pernah punah.
Semoga Allah meridhai wanita yang jujur, sabar, setia, ikhlas, bertakwa dan penuh kasih sayang, Khadijah binti Khuwailid
Semoga Allah membahagiakannya dengan surga yang didalamnya terdapat sutra halus dan sutra tebal, perhiasan yang indah dan pepohonan yang rindang.
Orang sepertimulah, wahai putri Khuwailid, yang hendak nya dijadikan teladan oleh wanita-wanita yang berbahagia.
wallahu a’lam
Diriwayatkan oleh :
1. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, 6/173. Ed. T.2.
2. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, 1/7. Ed. T.
3. Dala ‘il an-Nubuwwah, al-Baihaqi, 2/151. Ed. T.
4.Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3821. Ed. T
5. Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dalam as-Sunan al-Kubra, no. 830. Ed. T.
6. Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath, 1/139. Ed. T.
7. Diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Museed, no. 24343. Ed. T.
Kisah-kisah Lain
Kisah Aisyah binti Abu Bakar ash – Shiddiq
Kisah tentang seoarang Istri Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa
Kisah Khadijah binti Khuwalid
Kisah Khadijah binti Khuwailid Pemimpin Kaum Wanita Di sebuah rumah di kota Makkah, terdapat seseorang yang bernasab
Kisah Sumayyah binti Khayyath
Kisah Sumayyah binti Khayyath Wanita yang Mempertaruhkan Jiwanya Untuk Allah Di sana, di padang Makkah, di bawah
Kisah Asiyah binti Muzahim
Kisah Asiyah binti Muzahim Perempuan yang Melihat Rumahnya di Surga Para dayang istana keluar untuk mandi seperti