Kisah Asiyah binti Muzahim
Perempuan yang Melihat Rumahnya di Surga
Para dayang istana keluar untuk mandi seperti biasanya, namun hari itu adalah hari yang berbeda dari hari-hari mereka yang lain.
Mereka pun bergegas menghampiri sebuah peti yang hanyut oleh air! Mereka bingung apa yang akan mereka perbuat dengan peti itu, kemudian akhirnya mereka sepakat untuk membawanya kepada majikan mereka, sang permaisuri istana yang besar itu.
Mereka tidak tahu apa yang ada di dalam peti itu. Lalu peti itu mereka letakkan di hadapan sang permaisuri agar dia sendiri yang membukanya.
Alangkah mengejutkannya saat sang permaisuri membuka peti itu, ternyata di dalamnya terdapat seorang bayi yang masih menyusu dan wajahnya memancarkan cahaya.
Tahukah Anda, milik siapakah istana itu? Itulah istana musuh Allah, Fir’aun. Istana raja yang lalim yang pernah mengatakan,
(أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى ٢٤ )
“Akulah Tuhan kalian yang paling tinggi.” (An-Nazi’at: 24).
Tahukah Anda siapa sang permaisuri itu? Dia adalah wanita Mukminah yang shalihah, Asiyah binti Muzahim.
Tahukah Anda siapa bayi kecil itu? Dia adalah Nabi Allah dan KalimNya (yang pernah diajak berbicara secara langsung oleh Allah), Musa
وَاَ وْحَيْنَاۤ اِلٰۤى اُمِّ مُوْسٰۤى اَنْ اَرْضِعِيْهِ ۚ فَاِ ذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَاَ لْقِيْهِ فِى الْيَمِّ وَلَا تَخَا فِيْ وَلَا تَحْزَنِيْ ۚ اِنَّا رَآ دُّوْهُ اِلَيْكِ وَجٰعِلُوْهُ مِنَ الْمُرْسَلِيْنَ
“Dan Kami ilhamkan kepada ibunya Musa, ‘Susuilah dia (Musa), lalu apabila engkau khawatir terhadapnya, maka hanyutkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah engkau takut dan jangan (pula) bersedih hati, (karena) sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah seorang rasul (Al-Qashash: 7).
Kita kembali ke istana raja yang lalim itu, di mana di sanalah tinggal bayi yang masih menyusu itu, sedangkan cahaya kenabian bersinar dari wajahnya, dan di sana pula tinggal sang permaisuri yang shalihah, yang pada suatu hari akan memperoleh bagian yang besar dari cahaya itu.
Ketika pandangan permaisuri tertuju pada bayi itu, hatinya pun langsung mencintainya.
Kagumlah Anda bersamaku pada hikmah ilahiah yang berkilauan dan pengaturan Rabbani yang luhur itu. Musuh Allah, Fir’aun telah membunuh banyak bayi sebelum munculnya bayi ini, karena dia diberi tahu bahwa kerajaannya akan lenyap di tangan seorang anak yang dilahirkan dari Bani Israil. Namun justru Allah menghendaki anak ini diasuh di istana Fir’aun, yang kelak akan menjadi bencana bagi raja yang lalim ini dan sebab bagi kehancurannya dan kehancuran kerajaannya, sebagaimana kelak dia akan menjadi sebab bagi kebahagiaan sang permaisuri yang shalihah, istri raja yang lalim itu, yang memberikan cinta dan kasih sayangnya kepada bayi itu, sehingga dia pun mem peroleh balasan yang setimpal dengan perbuatan baiknya, yaitu dianugerahi petunjuk, pembenaran (terhadap risalah), dan surga.
Permaisuri yang shalihah itu benar-benar menjadi pelindung terbaik bagi bayi itu dari (ancaman) pisau-pisau Fir’aun. Ketika para tentara Fir’aun mendengar tentang bayi itu, mereka segera mendatanginya dengan membawa pisau-pisau untuk memperlakukannya seperti perlakuan mereka terhadap bayi-bayi lain yang telah mereka sembelih dengan pisau mereka.
Namun wanita shalihah, permaisuri di istana Fir’aun, menghadang mereka seraya berkata, “Pergilah kalian, karena satu anak ini tidak akan menambah jumlah Bani Israil, aku akan mendatangi Firaun lalu aku akan meminta kepadanya agar anak ini diberikan kepadaku. Lalu jika dia memberikannya kepadaku, maka kalian telah berbuat baik, namun jika dia memerintahkan membunuh nya, maka aku pun tidak akan mencela kalian.”
Akhirnya wanita shalihah itu pun pergi kepada Fir’aun dengan membawa sang bayi agar dia memberikan bayi itu ke padanya, sedang dalam hatinya dia mendapatkan perasaan cinta kepada bayi itu seolah-olah dia telah menjadi anaknya sendiri.
Wanita shalihah ini mendatangi sang suami yang lalim dengan menggendong bayi kecil itu, lalu dia berkata kepadanya,
قُرَّتُ عَيْنٍ لِّيْ وَلَكَ ۗ
“la adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu.” (Al-Qashash: 9)
Namun musuh Allah, Fir’aun, telah dikuasai oleh kesombongan dan keangkuhan, setan telah meniup kerongkongannya sehingga dia menampakkan sikap arogansinya, dia menjawab istrinya dengan berkata, “Anak itu untukmu, sedangkan aku tidak membutuhkannya.”
Benar, anak itu menjadi penyejuk mata hati bagi wanita shalihah itu. Dialah yang memberikan kasih sayang dan melimpahkan cinta kepadanya.
Adapun sang musuh Allah ini, maka Allah telah mengunci hatinya untuk bisa memberikan rasa cintanya kepada bayi kecil tersebut agar pada suatu hari nanti menjadi kesedihan dan kesengsaraan baginya.
Betapa dalamnya kebahagiaan permaisuri yang shalihah ini saat dia mengetahui bahwa bayi itu akan hidup bersamanya. Jangan tanyakan tentang kegembiraan yang bersemayam di dalam hati yang suci itu! Sungguh betapa kegembiraan yang mendalam telah merasuki hati wanita yang bertakwa ini.
Asiyah binti Muzahim pun memuliakan dan memperhatikan bayi kecilnya sebagaimana yang dilakukan oleh permaisuri pada umumnya yang mengalami hal serupa. Dia lalu mengutus utusan kepada wanita yang ada di sekitarnya, agar utusan itu dapat mencarikan seorang ibu susuan yang akan menyusui bayi kecil itu seperti ibunya sendiri.
Betapa terkejutnya sang permaisuri ketika bayi itu tidak mau menyusu kepada para wanita yang akan menyusuinya. Dia sangat sedih dan gelisah serta khawatir bayi kecil itu akan me ninggal karena kelaparan.
Maka sang permaisuri memerintahkan agar bayi itu dibawa ke pasar supaya dia mendapatkan ibu yang akan menyusuinya. Namun lagi-lagi bayi kecil itu tidak mau menyusu dari para wa nita yang akan menyusuinya. Di tengah suasana seperti itulah, tiba-tiba datang ibu kandung sang bayi yang hatinya dipenuhi oleh kesedihan sejak dia berpisah dari anaknya dan dia tidak pernah menyangka bahwa dia akan mendapatkannya dalam ke adaan hidup.
Namun janji Allah kepada sang ibu itu adalah benar, bahwa Dia akan mengembalikan bayi kecilnya kepadanya,
فَرَدَدْنٰهُ اِلٰۤى اُمِّهٖ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلَا تَحْزَنَ وَلِتَعْلَمَ اَنَّ وَعْدَ اللّٰهِ حَقٌّ وَّلٰـكِنَّ اَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ
“Maka Kami kembalikan dia (Musa) kepada ibunya, agar senang hatinya dan tidak bersedih hati, dan agar dia mengetahui bahwa janji Allah adalah benar.” (Al-Qashash: 13).
Betapa bahagianya ibu yang sangat sedih tersebut saat dia melihat putranya, dan air kehidupan terlihat mengalir di tubuh nya.
Dia pun langsung menggendong bayi itu di pangkuannya, dan sungguh amat mengejutkan, seketika itu bayi tersebut menyusu pada payudara ibunya hingga dia kenyang.
Orang-orang dari berbagai penjuru bergegas menemui Asiyah binti Muzahim untuk mengabarkan berita gembira ke padanya bahwa bayi itu telah mendapatkan wanita yang menyusuinya.
Berita itu benar-benar membuat sang permaisuri sangat bergembira. Lalu sang ibu masuk sambil menggendong bayinya yang tidak mau lepas darinya. Asiyah tidak mengetahui bahwa wanita itu adalah ibu kandung bayi itu, dan sang ibu khawatir anaknya akan dibunuh bila dia menyampaikan hakikat yang sebenarnya kepada mereka.
Ketika sang permaisuri melihat bayi itu tidak mau lepas dari pangkuan ibunya, maka kegembiraan memenuhi lubuk hati nya, dia berkata kepadanya, “Tinggallah di sini bersamaku untuk menyusui anakku ini, karena aku tak pernah mencintai sesuatu seperti rasa cintaku kepadanya.”
Sang ibu berkata, “Aku tidak dapat meninggalkan rumah dan anakku sehingga dia bisa terlantar, maka bila dirimu rela untuk memberikannya kepadaku, maka aku akan membawanya ke rumahku untuk tinggal bersamaku dan aku tidak akan lalai memberikan kebaikan kepadanya, aku pasti akan melakukannya. Namun jika tidak demikian, maka aku tidak bisa meninggalkan rumah dan anakku.”
Akhirnya Asiyah binti Muzahim setuju bahwa anak itu tinggal bersama wanita tersebut yang merupakan ibu kandung nya sendiri. Mahasuci Allah yang ilmuNya mencakup segala sesuatu dan pengaturanNya meliputi segala yang ada, dan Dia Mahagung dalam menetapkan hukumNya. Mahasuci Allah yang setiap hari mengatur urusan makhlukNya. Anak itu tumbuh dan berkembang dengan dilingkupi oleh cinta dan kasih sayang dari sang permaisuri. Hadiah dan pem berian setiap hari datang ke rumah ibu bayi itu.
Sang anak tumbuh dewasa dalam kenikmatan yang diberikan oleh permaisuri yang mulia itu. Kemudian hari demi han berlalu, dan anak yang kecil itu terus tumbuh menjadi seorang laki-laki dewasa hingga terjadilah sebuah peristiwa yang akan melenyapkan kerajaan Fir’aun, musuh Allah; yaitu peristiwa yang akan menjadi peringatan tentang hancurnya kerajaan Fir’aun dan awal berita gembira bagi sang permaisuri yang shalihah, Asiyah binti Muzahim.
Allah mengutus NabiNya, Musa sebagai Rasul untuk menyeru kepada Fir’aun yang lalim agar beribadah kepada Allah dan mentauhidkanNya.
Fir’aun memperlihatkan kesombongan dan keangkuhannya, dan dia enggan untuk tunduk kepada cahaya kebenaran.
Namun di dalam istana yang penghuninya berada di atas kekafiran itu, tinggallah permaisuri yang bertakwa di mana suatu hari dia telah mendapatkan sinar cahaya yang memancar dari wajah anak kecil itu. Dan pada hari ini, cahaya petunjuk yang pernah dibawa oleh anak kecil itu menyinarinya kembali setelah kini dia menjadi Rasul Allah dan KalimNya.
Cahaya itu merasuk ke dalam hati yang bersih, suci, jujur dan putih. Hati yang telah siap sedia menghadapi hari seperti ini. Hati yang tak terkotori dengan perasaan cinta kepada suami yang lalim. Betapa mulianya permaisuri yang cerdas ini, dan alangkah bagusnya hatinya..
Berbahagialah wanita bertakwa ini yang telah diliputi oleh kasih sayang ilahi untuk menjadi pengikut Nabi Allah, Musa. Betapa bernilainya hadiah ilahiah itu yang menjadikannya salah seorang wanita yang beriman.
Ketika suaminya bersikap sombong, mendustakan, dan kafir, justru dia membenarkan seruan Nabi Musa dan beriman kepadanya sehingga dia termasuk wanita yang beruntung.
Tatkala berita tentang keimanan Asiyah sampai ke telinga musuh Allah, Fir’aun, maka dia marah, sambil berdiri dan duduk, mengancam dan menghardik. Namun keimanan yang telah merasuk ke dalam lubuk hati wanita shalihah itu tidak tergoyahkan oleh ancaman, keangkuhan, dan kesombongan Fir’aun.
Sang suami yang lalim itu keluar kepada kaumnya seraya berkata kepada mereka, “Apa yang kalian ketahui tentang Asiyah binti Muzahim?” Maka mereka memujinya. Lalu Fir’aun berkata kepada mereka, “Sesungguhnya dia menyembah Tuhan selainku.” Maka mereka berkata kepadanya, “Bunuhlah dia!”
Perhatikanlah kezhaliman ini! Dan renungkanlah kekafiran ini! Semoga Anda diberi petunjuk untuk menjadi orang shalih. Kemudian saat ujian dan cobaan pun tiba. Betapa beratnya saat-saat itu bagi wanita shalihah ini!
Fir’aun datang dengan kesombongan, keangkuhan, kezhaliman, dan tentaranya; sedangkan wanita Mukminah ini datang dengan membenarkan (risalah Nabi Musa), keyakinan dan kerinduannya kepada apa yang ada di sisi Allah .
Betapa mulianya engkau, wahai putri Muzahim! Engkau adalah wanita lemah yang tak memiliki kekuatan selain keimanan yang mengguncang Fir’aun dan menggelisahkan ketenangannya.
Kemudian tibalah saat-saat yang menentukan, yaitu saat sang raja yang lalim itu memerintahkan kepada tentaranya untuk memasang pasak, lalu dipasanglah pasaknya, lalu wanita Mukminah yang shalihah itu pun dibawa untuk diikat kedua tangan dan kakinya pada pasak itu di bawah terik matahari yang sangat panas.
Raja yang lalim itu menimpakan berbagai macam siksaan kepada wanita Mukminah ini. Kedua tangan dan kakinya dipaku dan di atas punggungnya diletakkan batu yang besar.
Demi Allah, tidakkah Anda terkagum bersama saya; bagaimana wanita Mukminah ini bersabar atas penyiksaan itu?
Alangkah hebatnya sikap yang bagus dan tiada duanya ini Seandainya penyiksaan ini ditimpakan kepada seorang laki-laki, maka kita akan mengatakan, “Dia adalah laki-laki yang sabar dan tegar.”
Namun tahukah kita, wanita macam apakah Asiyah binti Muzahim ini?
Ya, Asiyah adalah seorang wanita, tetapi dia tidak menan tang Fir’aun dengan kelemahan fisiknya, namun dia menantang nya dengan kekuatan hatinya yang telah dipenuhi oleh cahaya keimanan yang membuat Fir’aun lebih lemah dari orang yang paling lemah sekalipun.
Ketika siksaan Fir’aun menimpa wanita shalihah ini, maka tentara iman yang bangkit dari hati yang jujur itu menyambut nya sehingga siksaan pun menjadi ringan.
Betapa mulianya wanita yang memiliki sifat-sifat itu! Betapa agungnya wanita yang memiliki tekad yang kuat itu!
Siksaan terus-menerus ditimpakan kepada wanita yang jujur itu, namun pertolongan ilahi tidak pergi menjauh dari wanita
shalihah itu. Maka setiap kali mereka meninggalkannya, para malaikat pun datang menaunginya.
Wanita yang bertakwa itu menolak gemerlapnya dunia, perhiasannya yang semu, dan kenikmatannya yang fana.
Jiwa yang suci itu naik menuju kenikmatan yang abadí dan kekekalan di dalam surga. Maka dia pun terus-menerus mengucapkan,
رَبِّ ابْنِ لِيْ عِنْدَكَ بَيْتًا فِى الْجَـنَّةِ وَنَجِّنِيْ مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهٖ وَنَجِّنِيْ مِنَ الْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَ
“Wahai Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan per buatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim.” (At-Tahrim: 11).
Allah pun mengabulkan doa wanita yang shalihah ini, maka disingkaplah tirai yang menutupi pandangannya sehingga dia melihat rumahnya dibangun di dalam surga.
Sungguh betapa gembira dan betapa berbahagianya dia!
Bagaimanakah dugaan Anda terhadap seorang hamba yang telah melihat rumahnya di surga?
Ya, surga! Barang dagangan Allah yang mahal dan tempat yang paling mulia. Kenikmatannya tak dapat dilukiskan, dan kebahagiaannya di atas segala kebahagiaan. Demi Allah, betapa bahagianya penghuni surga, dan betapa
indahnya kehidupan orang yang tinggal di dalamnya! Ketika wanita yang shalihah itu melihat rumahnya di dalam surga, maka dia sangat merindukannya sebagaimana orang yang sangat haus merindukan air yang dingin.
Dia tak mempedulikan Fir’aun dan para algojonya, di juga tak mempedulikan Fir’aun dan keangkuhannya, tetapi dia tersenyum dengan senyuman orang yang gembira dan tertawa dengan tertawanya orang yang diberi kabar gembira bahwa dia akan memperoleh kenikmatan.
Fir’aun yang lalim merasa bingung, dan dia berkata kepada para pengawalnya, “Tidakkah kalian heran dengan kegilaannya? Kita siksa dia tapi dia malah tertawa!”
Benar, seandainya Fir’aun melihat apa yang dilihat wanita shalihah itu, maka kerajaannya menjadi kecil baginya dan dia akan tahu bahwa dia dalam keadaan tertipu..
Kemudian Allah menyempurnakan cita-cita wanita sha lihah itu sebagaimana yang dia harapkan. Setelah dia melihat rumahnya di surga, Allah pun menyelamatkannya dari Fir’aun dan para pendukungnya yang zhalim.
Maka tibalah kini saat perpisahan! Sang raja yang lalim ini berteriak memanggil para pengawalnya agar meletakkan batu besar di atas perut wanita yang beriman ini.
Akhirnya, jiwa yang suci itu pergi kepada Sang Penciptanya untuk menikmati kehidupannya di dalam surga dan berbahagia di negeri yang kenikmatannya kekal yang tidak akan sirna dan berubah, dan dia tinggalkan sang raja yang lalim di negeri yang penuh kesengsaraan, negeri yang fana dan kenikmatan yang pasti akan lenyap.
Seandainya disingkap tirai bagi raja yang lalim ini niscaya dia akan menggigit jarinya karena menyesal, namun penyesalan itu baru akan dia rasakan saat laut menghimpitnya,
Inilah Asiyah binti Muzahim yang telah meninggalkan du nia setelah dia merasakan berbagai macam siksaan. Sungguh menakjubkan keadaan seorang wanita yang lebih mengutamakan panasnya matahari ketimbang naungan istana, rela dengan belenggu daripada gelang dan mutiara yang berki lauan, lebih mengutamakan tanah dan batu besar daripada per madani yang empuk, dan rela dengan cambukan para algojo daripada dilayani oleh pembantu dan memakai pakaian sutra.
Betapa mulianya engkau, wahai putri Muzahim! Semua itu engkau lakukan demi memperoleh kenikmatan yang kekal dan kebahagiaan yang abadi.
Seandainya para wanita di zaman ini mengambil pelajaran darinya, di manakah posisi kalian wahai kaum wanita, dalam si kap yang tiada duanya ini? Seandainya banyak kaum lelaki yang berpegang teguh pada prinsip seperti ini! Dunia memang pasti pergi dan orang-orang yang ada di da lamnya juga akan pergi, namun prinsip mereka dan jejak langkah mereka akan tetap ada.
Semoga Allah Azza Wa Jalla merahmati dan meridhai putri Muzahim.
Selamat untukmu, wahai wanita shalihah, dengan semua keutamaan itu.
Semerbak wangi keimananmu wahai wanita shalihah, memotivasi seluruh generasi, seperti: benarnya keyakinan, kekuatan tekad, ketinggian cita-cita dan kemurnian iman, maka berbahagialah engkau, wahai putri Muzahim, dengan kenikmatan yang tak akan pernah sirna, kesenangan yang tak akan terkotori oleh ke sedihan, dan kelezatan yang tak akan berkurang oleh berbagai peristiwa zaman.
wallahu a’lam bish showab
Kisah-kisah Lain
MIMPI NABI
Kisah dalam mimpi Rasulullah shallallahu 'alaihi
KISAH DAJJAL, YA’JUJ DAN MA’JUJ DAN TURUNNYA NABI ISA
Urutan Terjadi Kisah Peristiwa Zaman
Kisah Aisyah binti Abu Bakar ash – Shiddiq
Kisah tentang Istri Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa
Kisah Khadijah binti Khuwalid
Kisah Khadijah binti Khuwailid Pemimpin Kaum Wanita Di sebuah rumah di kota Makkah, terdapat seseorang yang bernasab